Kamis, 19 Januari 2012

cerita ku tentang j dan k

Jogja panas! Itu yang pertama kali muncul dibenakku saat menginjakkan kaki di jogja. Rasa panasnya seperti menguliti tubuh. Mungkin karena global warming kah? Bisa saja. Lah wong penduduk di kota Jogja makin ramai gara-gara tidak pernah berhenti pendatang untuk mencari ilmu di kota pelajar ini. Jalan yang panas dan macet adalah salah satu penyebab manusia kota jogja tersulut emosi. Mungkin aku termasuk salah satunya.
Sebenarnya yang mau aku ceritakan bukan tentang cuaca di Jogja, tapi adalah kehidupan aku di kostan. Cukup paragraf pertama menjadi prolog. Kali ini aku akan benar-benar bercerita. Aku tidak bohong. Pertamakali tidur di kostan hanya ada kasur, lemari baju, meja, rak piring, dan tong sampah. Hampa sumpah kamar kostan. Mana aku ini hidup di gunung (daerah kaliurang km atas), maka jadilah aku harus pintar-pintar mencari hiburan disekitar kostan. Paling parah waktu jamannya ospek. Ospek disuruh pake baju warna kuning. Berhubung belum tau daerah sekitar kostan, jadilah aku turun ke daerah malioboro demi mencari baju berwarna kuning. Belum selesai sampai mendapatkan bajunya, aku terpisah sama teman aku. Ampun deh. Kerasa banget lah kalo anak desa masuk kota kayak begini. Mana ngekost nya di gunung, maka konteksnya jadi berubah “anak gunung main ke kota”. Ujung dari cerita anak gunung main ke kota ini adala ketemuan di kostan aja. Krik krik krik..
Pertama kali kuliah, jogja sudah menyambut dengan hujan abu, Wuuuzzzz. Pengalaman yang tidak akan terlupakan. Hujan abu yang membuat sebagian jogja memiliki satu warna “abu-abu” dan sebagian kota jogja seperti kota mati. Gimana tidak mati, sebagian penduduknya mengungsi ke arah selatan, jadilah daerah utara sepi dan suram. Berhubung aku anak gunung, tentu aku adalah termasuk salah satu yang mengungsi. Untungnya masih memiliki eyang yang tinggal di Bantul. Jam 2 pagi adalah saat dimana orang tertidur pulas, maka saat merapi memuntahkan isi perutnya, masyarakat yang tinggal di daerah utara masih melek bahkan melototin tivi buat update berita merapi. Mungkin bisa dikatakan, merapi meletus adalah momen dimana nonton berita adalah trend terhot. Film Korea, Boys band, Girls band, sinetron, FTV, reality show, Gosip sekalipun lewat deh. Pokoknya nonton berita tuh kayak nungguin film harry potter rilis di bioskop terus ditonton berkali-kali.
Merapi yang kata almarhum mbah Marijan batuk-batuk ini, menorehkan sejuta pengalaman buatku. Dari yang namanya ngerasain gempa (pertama kali!!), hujan abu, jadi relawan, dan ternyata merapi juga bisa membuat kisah cinta. Hahaha. Gimana nggak menimbulkan skandal cinta, temanku yang jadian sekaligus tiga orang yang jadian karena intensitas relawan yang memaksa untuk terus bertemu. Aku? Ah, tidak usah ditanya. Aku cukup jadi penonton saja.
Kosan apa kabar? Nah ini dia. Aku adalah penghuni kos lantai dua. Emang nasib kalo jadi penghuni lantai dua. Nggak tau emang listriknya yang nggak kuat (atau ibu kosnya nggak mau perbaikin) jadilah suka mati lampu mendadak. Nah, yang kedua adalah dapur yang tidak produktif, yang memaksa langkahku untuk beralih kedapur lantai satu. Belum cukup sampai disitu, lantai dua adalah air yang menggunakan pompa. Emang dasarnya uda nasib, pengalaman mengisahkan aku harus nimba air dari lantai satu buat dibawa ke kamar mandi tercinta. Itu yang paling tragis. Kalau yang nggak terlalu tragis adalah aku numpang mandi dikamar mandi teman kamar sebelah karena hanya kamar terpilih (salah satunya kamarku) yang airnya tidak mengalir, menetes pun nggak.
Segala pengalaman yang aku dapat selama menginjakkan kaki di Jogja, baik hitam atau putih, manis atau pahit, nggak pernah aku sesalin, karena dari pengalaman aku bisa punya banyak cerita buat anak cucu (loh?) hahaha. Sekian, ini ceritaku, apa ceritamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar